Cerita Dari Padang Pasir Yang Tidak Padang Pasir-Padang Pasir Amat (S01 E08)

E. Juaryo
4 min readOct 4, 2019

--

Haloo. Yuk kita terusin ceritanya. Kalo belum baca cerita sebelumnya, bisa mulai dari sini ya. Ngeeeeeng~

Setelah sebulan bekerja, aku dipindahkan ke Brat Sucks cabang HomeMart. Letaknya di King Abdullah Road, masih potongan sama Olaya Street juga kok. Bedanya, kalo di Riyadh Gallery aku bisa turun depan mall, HomeMart ini aku mesti jalan kaki dulu 10 menitan. Tapi tetap bisa naik bus.

Brat Sucks HomeMart ini modelnya standalone store, dan GEDE. Full scale lengkap dengan single & family section, juga outdoor tables. Setting-nya itu single section di depan, family section masuk dari samping. Counter-nya letter L karena single section ngadep depan, family ngadep samping. Back office ada nun jauh di ujung lorong barway family section. Lumayan juga kalo tiap hari mesti bolak-balik single-family ya.

Family section saat itu masih model lama, bilik-bilik bertirai. Mungkin ada.. 6 bilik besar yang tersebar di family section dan 5–6 bilik kecil paralel tembok paling belakang. Gak ada cleaner pula, PR banget kalo ngepel di situ.

Store manager toko ini namanya Amine (dibaca Amin), orang Maroko, umurnya sekitaran akhir 30-an mungkin ya. Ini Amin ditulis jadi Amine dapet dari mana sik? Kalo jadi Ameen masih okelah, tapi Amine itu kaya.. Amain? Hhh.

Hari pertama, aku ditempatkan di PM shift, dari jam 3 sore sampe jam 12 malam. Deg-degan juga nih, saat itu, Riyadh jam 12 malam itu sudah sepi, dan konon gak aman. Kalo di Riyadh Gallery kan lewat jam 12 malam juga depan mall, nunggu bis lewat bareng banyak orang lain. Lah ini aku mesti nunggu bis sendirian di perempatan King Abdullah-Olaya?

Besok-besoknya, District Manager-ku, pak Ahmed dateng, “Erie, how are you? How do you like working in this store?” Kubilang toko ini oke, gak masalah, cuma kalo aku mesti kerja PM shift, aku kuatir soal pulangnya. Ahmed was like, “OK, I will instruct Amine to put you on AM shift.”

2 hari kemudian aku pindah ke AM shift, kerja dari jam 6 pagi sampai jam 3 sore. Hal yang aku baru tau adalah, during winter, everything is slow. Bus pertama dari Batha berangkat jam 5:45 pagi, artinya aku gak mungkin nyampe toko jam 6, karena jaraknya aja sekitar 18 km. Telat mulu deh tiap hari.

Beberapa hari kemudian, pak Ahmed dateng lagi. “How’s morning shift, Erie? Better?” Aku ceritakan masalahku soal transportasi ini. “Oh ya udah, telat aja gapapa.” I was like.. W00T! Bisa gitu ya..

Brat Sucks HomeMart ini kalo pagi gak rame, yang rame malah toko Dunk & Donuts di sebelah, abis jauh lebih murah. Bagian paling ngeselinnya adalah.. D&D ini cuma punya 2 meja di luar. Akhirnya customers mereka malah pada duduk di outdoor tables kami, yang emang letaknya agak di samping depan toko. Mereka ini selain gak bisa diusir, eh malah ninggalin sampah. Yang beresin siapa? Tentu saja yours truly. Hhh.

Suatu hari, si Amine cerita kalo suka ada mutawwa dateng dan periksa bilik-bilik di family section. Bilik-bilik ini, seperti kusebutkan sebelumnya, memang ditutup tirai. Jadi kaya ada 1 set meja dan sofa, dikelilingi partisi setinggi 2 meter, dan itu tadi, pake tirai yang bisa ditutup rapat. Orang dari luar gak bisa sama sekali liat ke dalam.

Meskipun sejatinya bilik ini buat melindungi keluarga dari tatapan pihak luar, kalo lagi sepi, kesempatan ini suka dimanfaatkan laki-laki dan perempuan non muhrim buat.. hhh.. mesum-mesum di situ. Gak modal banget ya mesti mesum-mesum di coffeeshop? Tapi ada alasannya mereka “gituan” di situ.

Kalo check-in ke hotel kan keknya ditanya surat kawin kali ya, pokoknya ribet deh. Lagian jaman itu tuh jangankan check in di hotel, nyetir bawa cewek di sebelah aja keknya lebih penting surat nikah/KK daripada SIM. Mana orang sini kan dikit-dikit lapor polisi, dikit-dikit lapor polisi. Itu mutawwa dateng juga biasanya karena ada yang lapor.

Kultur di sini kan memang dipisah banget laki-laki dan perempuan. Nah, para laki ini kalo ketemu, cium pipi kiri, cium pipi kanan, udah biasa. Sekali waktu, aku lagi duduk di parkiran mall sama temenku, si Shadi. Ada temennya dia dateng, Shadi bangkit, nyamperin, mereka cipika, cipiki, tapi lalu HLOH?! Kok dia kaya cium di tengah-tengah juga?! Masa.. bibir sama bibir? (Posisiku di belakang dia). Ternyata sekalian cium idung sama idung juga. Fyuh *lega*

Dan karena laki-laki dan perempuan dipisah ini lah, justru yang punya kehidupan sosial adalah kaum gay. Hah? Ada gay di Arab Saudi? Ada. Umumnya mereka ini pekerja dari Filipina, orang Indonesia juga ada. Ya tentu saja tidak terang-terangan ngiklan “I’m gay” ya, tapi dari tingkah laku dan cara berpakaian kan keliatan. Ngondek, gitu.

Mereka justru lebih bebas kan kalo mau check-in di hotel or whatever, toh sesama jenis. Nobody would bat an eye. Kultur di sini juga biasa aja kalo liat cowok dan cowok pegangan tangan.

Suatu hari, aku sedang menunggu bus di depan mall bareng 2 orang Pinoy (orang Filipina) ngondek. Tau-tau ada sedan Dodge berhenti dan godain mereka. Pinoy-pinoy ini berjalan menjauh ke arah berlawanan. You know what happened next? Dodge ini diparkir gitu aja di pinggir jalan, lalu keluar Arab gede-gede dan.. Pinoys ini dikejar sama mereka dong. WTF.

Kali lain, aku pernah naik bus, duduk di paling depan. Sesampainya di terminal, sopir bis-nya minta aku jangan turun dulu. Aku yang gak gitu paham, iyain aja. Ternyata aku dibawa ke tempat sepi, dan.. ditawar. Hhhh.

Pas tau dia pengen apa, aku langsung marah-marah dan turun dari bus. Begitu aku turun, dia langsung ngebut pergi. Takut dilaporin ke polisi. Ternyata ini yang Shadi maksud jangan kebanyakan senyum, nanti dianggap murahan..

Aku gak paham apakah beberapa orang lokal yang stress ini menganut falsafah ‘tak ada rotan akar pun jadi’ apa gimana, but it was indeed shocking.

Kalo ngomongin yang jelek-jelek dan aneh-aneh emang seru ya, tapi masa iya budaya lokal sini gak ada bagus-bagusnya? Atau orang sini gak ada yang baik? Pasti ada lah, kuceritakan di bagian selanjutnya ya.

Terima kasih sudah membaca! :D

--

--