Integritas Ilmiah dan Etika Riset, Ch. 2: Pelanggaran dalam Riset

Feliks VP Samosir
5 min readJul 23, 2021

--

Ini merupakan lanjutan dari bab pertama yang membahas Pengantar dari Integritas Ilmiah dan Etika Riset.

Salah satu kesalahan dalam penelitian yang tampaknya sepele adalah kegagalan mengakui dari mana data berasal. Ilmuwan perlu menyediakan sarana yang tepat bagi orang lain untuk melacak kembali sumber data ilmiah, dan dengan demikian membantu mereka memproduksi atau menentang hasil penelitian tersebut. Hal ini merupakan bagian dari etika dalam ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan adalah aktivitas komunal yang bergantung pada komunitas peneliti yang melakukan penelitian dasar dan menantangnya dari waktu ke waktu. Karena itu para ilmuwan harus menyediakan cara untuk memeriksa, menantang, dan mengkonfirmasi hasil eksperimennya kepada orang lain di komunitas mereka. Kegagalan untuk mengaitkan sumber data dengan benar atau melakukan manipulasi data dengan curang, dapat mengakibatkan kerugian bagi komunitas ilmiah serta publik yang menjadi sandarannya. Kadang-kadang, dalam mengejar hipotesis atau teori tertentu, para ilmuwan gagal untuk benar-benar netral, dan mungkin mengabaikan beberapa data, bahkan mungkin ‘memoles’ data agar lebih sesuai dengan pandangan mereka tentang bagaimana eksperimen itu seharusnya terjadi, atau yang paling buruk mungkin memanipulasi data secara sadar, salah merepresentasikannya secara tidak sengaja, dan berusaha menipu komunitas ilmiah lainnya untuk alasan apapun. Salah satu contoh kuno dari kegagalan tersebut, bahkan dengan hasil yang berpotensi fatal, adalah peta bintang yang terkenal, Almagest of Ptolemy.

Peta Ptolemeus/Ptolemy Map

Peta Ptolemeus

Selama berabad-abad, peta bintang Ptolemeus menjadi sumber data penting tentang bintang yang terlihat. Peta dan sumber lain sedikit banyak menghilang dari pandangan sehingga tidak sempat untuk diperiksa dan dipelajari. Ptolemy hidup dari tahun 90 M sampai 168 M dan Hipparchus, seorang ilmuwan kurang terkenal hidup sekitar 190 SM. sampai 120 SM. Hipparchus ternyata telah melakukan pengamatan rinci terhadap bintang-bintang juga, meskipun pengamatan aslinya tidak dilestarikan, tetapi sebenarnya Ptolemeus dan yang lainnya merujuk pada dia.

Satu studi statistik baru-baru ini, mengandalkan pengamatan bintang-bintang paling selatan dalam katalog Ptolemeus, memperoleh probabilitas sebesar 90% bahwa bintang-bintang yang tercatat dalam katalog Ptolemeus diamati dari Rhodes, tempat Hipparchus melakukan pengamatannya, dan probabilitas sekitar 10% bahwa bintang yang sama diamati dari Alexandria, di mana Ptolemeus melakukan semua pekerjaannya.

Pergerakan bintang di langit dari waktu ke waktu sangatlah menarik dan sangat berguna. Mencantumkan jejak data yang jelas tidak hanya perilaku yang baik, memberikan pengakuan atas sumber data dan pekerjaan mereka yang bertanggung jawab, tetapi juga sarana untuk memeriksa dan menyempurnakan hipotesis dan teori dari waktu ke waktu berdasarkan pengamatan yang dilakukan di masa lalu. Gagal meninggalkan jejak seperti itu merugikan ilmuwan lain, dan bertentangan dengan etika dalam ilmu pengetahuan yang menganggap lembaga-lembaganya bersifat komunal.

Robert Millikan

Contoh lain yang lebih baru adalah Robert Millikan dan upayanya untuk mengukur muatan elektron. Millikan percaya bahwa muatan elektron itu kesatuan, sedangkan Felix Ehrenhaft percaya bahwa elektron itu ada dalam derajat. Masalah yang muncul pada mereka berdua ketika melakukan eksperimen adalah bahwa muatan elektron sangat kecil, dan mekanisme untuk mengukurnya pada saat itu masih sangat primitif untuk tugas tersebut. Dengan hasil seperti itu, Ehrenhaft memilih untuk tidak melanjutkan eksperimennya. Namun, Millikan memilih untuk menerbitkan kesimpulan atau hasil itu, kemudian menerima Hadiah Nobel beberapa tahun kemudian sebagai hasil dari ilmunya.

Hal yang mengejutkan terbukti ketika buku catatan Millikan ditemukan. Dalam buku catatan tersebut, tertulis bahwa ternyata Millikan membersihkan data tanpa memberi tahu dunia agar lebih sesuai dengan hipotesisnya. Keputusannya untuk membuang hasil tertentu didasarkan pada ekspektasi hasil yang sesuai dengan hipotesisnya tentang muatan elektron. Karena itu, dia gagal untuk bersikap adil dan netral.

Sokal Affair

Sokal Affair

Kasus unik dilakukan oleh Alan Sokal yang terlibat dalam penipuan terencana pada tahun 1996. Dia mengirimkan sebuah artikel berjudul Melampaui Batas: Menuju Hermeneutika Transformatif dari Gravitasi Kuantum “yang berpendapat bahwa kuantum gravitasi, teori yang muncul dalam fisika, memiliki implikasi politik yang progresif. Artikel itu benar-benar tidak masuk akal, dan Sokal menulis lalu berusaha menerbitkannya untuk melihat apakah jurnal humaniora akan melihatnya seperti apa adanya, atau memilih untuk menerbitkan berdasarkan gagasan ideologis terlepas dari teori ilmiah. Ternyata artikelnya diterbitkan. Tak lama kemudian, Sokal membeberkan kecurangannya dan menimbulkan kegemparan di kalangan akademisi. Kejadian itu kemudian disebut dengan “Sokal Affair” yang menggambarkan kondisi dimana kurangnya etika seorang ilmuwan dengan melakukan penipuan editor jurnal melalui pengiriman artikel palsu. Hal ini juga disebut bias publikasi. Bias publikasi berarti bahwa peneliti mungkin secara tidak sadar atau sadar mencari korelasi yang sebenarnya tidak ada, mengetahui bahwa peluang publikasi mereka akan meningkat secara signifikan dengan beberapa korelasi yang dinyatakan.

Diederik Stapel

Kasus lainnya adalah oleh Diederik Stapel. Stapel dikenal telah melakukan salah satu rangkaian penipuan ilmiah terbesar, dengan publisitas terbanyak seputar kasusnya di zaman modern. Pencabutan artikelnya menyebabkan kerusakan signifikan pada ilmu pengetahuan, termasuk bagi murid-muridnya, rekan penulisnya, kolaborator, lembaga pendanaan, dan orang lain dalam komunitas ilmiah yang mengandalkan karyanya yang terkesan inovatif padahal tidak juga. Dalam banyak kasus, data hampir seluruhnya dibuat-buat. Stapel mengakui hal ini dimotivasi oleh sejumlah faktor yaitu, ambisi, ingin menjadi hebat di bidangnya, untuk dikenal, dikutip dan dipuja. Jadi, awalnya dia mulai dengan memanipulasi data dalam spreadsheet agar lebih sesuai dengan apa yang ingin dia sampaikan. Mungkin mirip dengan Millikan kecuali bahwa alih-alih membuang data yang tidak sesuai dengan hipotesis, dia malah mengubah semua datanya.

Positivity Ratio

Kasus terakhir oleh Fredrickson dan Losada. Fredrickson dan Losada menulis makalah yang menggambarkan rasio orang sukses dengan pemikiran yang positif dan negatif adalah 3 banding 1. Makalah ini berjudul “Pengaruh Positif dan Dinamika Kompleks Berkembangnya Manusia”. Makalah ini telah dikutip lebih dari seribu kali. Sayangnya, karya ini telah terbukti tidak kuat. Di antara subjek yang diwawancarai adalah sekelompok mahasiswa, dan kepositifan mereka diukur melalui wawancara subjektif, kemudian dibandingkan dengan kriteria objektif mengenai keberhasilan mereka dalam lingkungan akademis: nilai mereka. Artikel Frederickson dan Losada menggunakan korelasi matematika yang sepertinya berasal dari kalkulus diferensial, dan sesuai dengan Persamaan Lorenz yang digunakan terutama dalam dinamika fluida.

Ternyata, persamaan matematika yang mereka gunakan itu omong kosong dan rasio yang diklaim tidak didasarkan pada sains yang sehat. Sifat pengukuran subjektif dan objektif dari nilai-nilai yang terlibat (kepositifan, kesuksesan) perlu diukur dengan pilihan-pilihan yang acak, bukan sudah ditentukan dari awal. Tidak ada korelasi sama sekali. Artikel Brown, Sokal, dan Friedman memperjelas kesalahan metodologis yang digunakan Frederickson dan Losada dalam penelitian mereka yaitu mengkorelasikan data kompleks dengan dampak yang diharapkan menggunakan hal-hal mengesankan seperti persamaan matematika yang ternyata tidak ada korelasinya sama sekali.

Salah satu pendorong dari beberapa kesalahan yang dijelaskan tadi adalah keinginan untuk mempublikasikan dan menjadi yang pertama dalam memberikan dampak. Ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah aktivitas komunal. Hal itu menuntut agar kita tetap dalam keadaan seimbang, karena itu kita tidak dapat bekerja di bawah asumsi bahwa hipotesis kita akan terbukti benar. Kita harus mencatat dengan cermat, mengakui, mempertimbangkan, dan kemudian mengungkapkan data yang sudah dikumpulkan dan menjelaskan dengan yakin bagaimana data tersebut mengarah pada kesimpulan. Kegagalan untuk mengakui tanggungjawab ini melanggar setidaknya dua dari empat etika dalam ilmu pengetahuan, yaitu komunal dan tidak bias.

bersambung ke bab 4…

--

--

Feliks VP Samosir

Lecturer of Informatics at Universitas Pelita Harapan. NLP enthusiast…and history too!