Riska Fadilla — UI Designer, Traveloka

Dwinawan
Insight
Published in
6 min readSep 2, 2017

Riska adalah UI Designer di salah satu startup di Indonesia, Traveloka. Ia mendesain produk produk Traveloka baik itu website maupun app dan merancang sedemikian rupa sehingga orang orang dapat menggunakan produk tersebut dengan mudah.

Yuk, mari kita simak cerita Riska bagaimana ia menjadi UI/UX Designer dan bagaimana proses belajarnya.

1.Halo Riska, lagi sibuk apa neh?

Halo, Lagi sibuk eksplor workout studio di Jakarta 💪. Buat mengatasi kebosanan olahraga di gym saya senang gonta-ganti tempat olahraga, tiap weekend biasa coba tempat baru yang dipesan di GuavaPass. Selain buat olahraga, tujuan lainnya untuk memperluas pertemanan dan wawasan karena terasa sulit mencari teman baru di usia segini (padahal masih 24 🙃)

2. Bisa diceritakan bagaimana awal mula masuk ke dunia UI/UX designer?

Awal mulanya saya terjun ke dunia UI/UX bisa dibilang karena personal branding yang berhasil :D.

Saya dulu kuliah di jurusan Computer Science. Semasa kuliah saya senang membaca artikel-artikel tentang design dan selalu saya share lewat Twitter.

Teman-teman pun mengira saya mengerti design (padahal cuma baca artikel aja lho) dan karena itu saya ditawari bekerja part time sebagai UI/UX Designer di sebuah startup di Depok.

Terdengar gampang karena di tahun itu (2012) UI/UX belum se-hype sekarang, belum banyak yang paham apa itu UI dan UX.

Pekerjaan inilah yang menjadi titik awal saya ikut kegiatan-kegiatan lain berbau design, seperti ikut lomba dan konferensi tentang design. Setelah lulus, saya memutuskan untuk bergabung ke Traveloka sampai sekarang.

Workspace Riska di Traveloka

3. Bisa pas banget gitu ya? :D , btw kenapa dulu suka design?

Awalnya karena kagum dan penasaran dengan produk-produk Apple. Kenapa produknya bisa sesukses itu, padahal harganya relatif mahal dan kalau dari sisi teknologi juga banyak produk lain yang lebih canggih.

4. Apa kesulitan awal saat masuk ke bidang ini?

Ada banyak tentunya, mengingat saya benar-benar buta di bidang tersebut. Kebingungan yang paling terasa adalah banyak sekali hal yang harus dipelajari dan tidak tahu harus mulai dari mana.

Mulai dari banyaknya artikel seperti “XX books every designer should read, how to be a great designer, XX lessons all designer should learn” dan lain-lain.

5. Hahhaha…. setuju dengan banyaknya artikel artikel tersebut, Lalu bisa diceritakan bagaimana proses belajarnya hingga sampai seperti sekarang ini?

Salah satu cara untuk belajar adalah menuliskan semua skill yang dibutuhkan dan membuat daftar prioritas mana yang harus terlebih dahulu untuk dipelajari.

Di dunia design kita kenal istilah progressive disclosure, berikan informasi secara sekuensial (bertahap) dan relevan supaya user tidak overwhelmed.

Jika diterapkan ke cara belajar, pelajari skill-skill yang bisa langsung dipraktikkan dan relevan dengan kebutuhan saat itu.

Misal, project untuk suatu app mempunyai alur yang kompleks dan akan lebih mudah dijelaskan menggunakan prototype hi-fi.

Maka inilah saat yang tepat untuk belajar skill prototyping dan mengeksplor prototyping tools yang ada, kapan saat yang tepat menggunakan Principle, InVision, Marvel, Framer, atau tools lainnya

Contoh lain yang saya alami belakangan adalah kesulitan untuk meyakinkan stakeholder dengan design decision saya. Membaca buku dan artikel terkait hal tersebut cukup membantu, yang sedang saya baca saat ini: Articulating Design Decision.

Mempunyai mentor juga akan sangat membantu proses belajar. Jika kesulitan mencari mentor, ingatlah bahwa mentor tidak harus orang yang secara langsung kita kenal.

Designer-designer hebat di luar sana yang menginspirasi juga bisa dijadikan mentor, paling gampang dengan subscribe newsletter atau follow akun media sosial mereka.

Saya banyak memfollow designer di Twitter supaya proses belajarnya effortless, sambil liat-liat hal lucu di Twitter bisa belajar.

Favorit saya adalah belajar dari tulisan Tobias van Schneider , Julie Zhuo blog pintar Farnam Street, dan Insight Design yang truly insightful :D.

6. Wow, Terima kasih! 😇 Ada tips untuk mendukung proses belajar seorang designer?

Belajar design juga bisa dari kehidupan sehari-hari supaya skill emphaty meningkat. Perbanyak mengamati lingkungan sekitar dan mencoba kritis memikirkan apa yang bisa di-improve.

Apapun itu, tidak harus benda digital. Misal, ketika sedang di halte TransJakarta saya mengamati banyak penumpang yang bertanya tentang tujuan bus ke kondekturnya, “bus ini lewat Slipi ga pak? Kalo Semanggi lewat ga?”.

Jika digali lagi, kenapa sih orang-orang masih bertanya, padahal di halte sudah ada informasi dan di bagian luar bus juga sudah ada informasi tujuan. Hipotesisnya adalah informasi rute di halte tidak cukup jelas dan berada di tempat yang susah dilihat ketika halte ramai.

Hipotesis ini bisa divalidasi dengan pengalaman sendiri atau bertanya ke penumpang lain. Wah, jadi panjang kalau dilanjutkan topiknya. 😂

Hal lain yang tidak kalah penting adalah berbagi ilmu. Ada yang bilang katanya ilmu semakin lekat jika diajarkan ke orang lain dan dengan berbagi kita juga bisa belajar dari feedback yang mereka berikan.

Silakan pilih media yang kamu paling nyaman untuk berbagi, bisa tulisan di Medium, design di Dribbble, ide di Twitter.

Belakangan ini saya suka coret-coret ide di akun Instagram Sparkling Sketch :D

7. Menarik sekali, bisa diceritakan mengenai Sparkling Sketch?

Maaf nama akunnya terdengar maksa karena harus ada kata sparkling, saya suka emoji sparkle ✨. Ini adalah akun Instagram iseng yang isinya coretan ide random. Ke depannya akan lebih banyak diisi dengan tips design dan eksplorasi UI pattern supaya lebih bermanfaat.

Ide awalnya karena terinspirasi dari akun @gooduserinterface yang fokus ke berbagi UI pattern dan ditambah keinginan saya untuk belajar bagaimana meyampaikan ide dengan cepat. Seringkali ide-ide saya tenggelam di draft tulisan karena kemalasan untuk menulis. Jadi saya mau menghilangkan frictionnya dulu dengan memilih media yang saya senangi.

8. Last but not least…. Apa saran untuk temen2 yang ingin masuk ke dunia UI/UX designer?

Saran-sarannya bisa diambil secara implisit dari tulisan saya di atas :D. Tambahannya adalah sebelum belajar pastikan kita sudah berpikir dalam growth mindset supaya tidak mudah menyerah.

Growth mindset ini mengajarkan bahwa inteligensi dan kreativitas bukan sesuatu yang statis dan bawaan dari lahir, semuanya bisa dipelajari. Orang-orang dengan growth mindset melihat kegagalan sebagai proses belajar dan sebagai tantangan baru. Jangan takut gagal dan semangat belajar!

Terima kasih Riska telah berbagi ceritanya!

Dribbble: https://dribbble.com/riskaincoss
Instagram: https://www.instagram.com/riskaincoss
Twitter: https://twitter.com/riskaincoss
Medium: https://medium.com/@riskaincoss

--

--

Dwinawan
Insight

Co-Founder Paperpillar • UI Designer • Love to create design exploration on dribbble.com/dwinawan • Have a question? find me on twitter.com/dwinawan_