Fitur

Selamat Datang di Dunia Digital

Teknologi Informasi yang Menjadi Sumberdaya Baru

Jaladri
Kolektif Agora

--

Foto oleh Shafiera Syumais (Bandung, 2018)

Pada 2025, diperkirakan 80% orang di seluruh dunia terpapar kehadiran digital di internet. Sepuluh tahun lalu, memiliki kehadiran digital (digital presence) berarti memiliki nomor ponsel, alamat email, situs web pribadi, atau mungkin halaman MySpace. Tapi, hari ini, orang hadir secara digital dengan eksistensi yang hampir sama dengan kehidupan fisik sehari-hari. Identitas lengkap, riwayat kependudukan, riwayat keluarga, riwayat kesehatan, riwayat tindak kriminal, riwayat finansial, pekerjaan, hobi, hubungan pertemanan, bahkan kegiatan berpacaran pun sudah bisa ditampilkan secara digital.

Internet yang tadinya hanya menyampaikan informasi dari satu belahan dunia ke dunia lain, sekarang sudah bisa “memindahkan” eksistensi fisik. Pencetakan trimatra (3D printing) yang semakin baik memungkinkan kita untuk mengirim benda dalam bentuk data untuk kemudian dicetak persis seperti bentuk aslinya di tempat tujuan. Genome sequencing sudah semakin lumrah dan murah. Mengunggah data DNA juga sudah semakin mudah. Di masa depan, transportasi instan dengan menggandakan data DNA kita untuk dicetak di tempat tujuan bisa jadi bukan hal yang mustahil.

Pada 7 Maret 1999, animasi Digimon Adventure mulai ditayangkan di Jepang kemudian rilis di seluruh dunia pada pertengahan tahun 2000. Kisah tentang anak-anak yang memasuki dunia digital menjadi cerita yang sering muncul di milenium baru ini. Pada tahun 2000, kita menghadapi Revolusi Industri 4.0 di mana orang-orang mulai tertarik dan membiasakan diri dengan hal-hal yang berkaitan dengan teknologi informasi.

Selama tahun 1990-an dan 2000-an, konsol permainan juga mengalami banyak pekembangan untuk mampu menawarkan fungsi tambahan seperti kartu memori, pemutar CD, pemutar DVD, sambungan nirkabel dan masih banyak lagi. Orang-orang juga semakin dekat dengan dunia digital karena hadirnya konsol permainan yang bisa dibawa ke mana pun setiap saat. Seperti misalnya Tamagotchi, hewan peliharaan digital yang sempat populer di tahun 2000an.

Super Mario Bros adalah salah satu waralaba yang semakin laris bersama perkembangan teknologi. Pada awal 2003, permainan Super Mario Bros diluncurkan dalam format Game Boy Advance sebagai bagian dari koleksi Famicom Minis di Jepang dan sebagai bagian dari Seri NES di Amerika Serikat. Game ini dibuat persis berdasarkan permainan Super Mario Bros 2 (1986) dengan beberapa peningkatan visual dan kerumitan permainan. Di masa depan, dunia digital yang ada di serial animasi Digimon atau yang serupa dengan permainan Super Mario Bros bisa saja terjadi.

Menyebar meme adalah budaya yang lahir era teknologi informasi.

Era Setelah Ruang Transisi

Era digital tidak saja menghasilkan budaya baru seperti menyebarkan lelucon dalam bentuk meme, tapi juga membuka banyak pilihan baru. Era digital membuat pekerjaan dapat dilakukan dari mana saja. Pekerja lepas lumrah bekerja dari belahan dunia lain untuk pekerjaan di belahan dunia yang berbeda. Suatu perusahaan bisa saja memiliki kantor pusat di Inggris, pabrik produksi di Tiongkok, dan studio rendering di Indonesia.

Ada kemungkinan tak terbatas saat miliaran orang terhubung melalui perangkat seluler. Kekuatan pemrosesan yang lebih tangguh, penyimpanan awan, dan akses pengetahuan di antaranya, secara mendasar telah mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berhubungan satu sama lain. Terjadi pergeseran menuju sumber-sumber terdesentralisasi, yang menghasilkan berbagai sumber penghasilan baru berbasis internet yang tak pernah terbayangkan 5–10 tahun sebelumnya.

Memesan taksi, menjadwalkan penerbangan, membeli produk, melakukan pembayaran, mendengarkan musik, atau menonton film — semua ini sekarang dapat dilakukan dari jarak jauh. Komputer super di sakumu memungkinkan semua pelayanan baru ini. Produk-produk pun menjadi sangat efisien yang akhirnya memanjakan kita sebagai konsumen.

Digital natives, atau pribumi digital adalah individu yang lahir setelah teknologi digital diadopsi secara luas. Istilah pribumi digital tidak mengacu pada generasi tertentu. Sebaliknya, ini adalah kategori untuk anak-anak yang tumbuh menggunakan teknologi seperti internet, komputer, dan perangkat seluler. Di Indonesia sendiri, internet bermula pada awal tahun 1990-an. Di tahun 1994-an, mulai beroperasi ISP komersial pertama Indonesia. Artinya, dapat dikatakan bahwa warga Indonesia yang lahir di kota-kota besar setelah tahun 1994 adalah seorang pribumi digital.

Generasi yang lahir dari tahun 1995 hingga 2000-an sering dikategorikan sebagai Generasi Z. Randstad Canada menggambarkan Generasi Z sebagai mereka yang lahir antara 1995–2014. McCrindle Research Centre Australia mendefinisikan Generasi Z sebagai mereka yang lahir antara 1995–2009. Sparks and Honey menggambarkan Generasi Z sebagai mereka yang lahir pada tahun 1995 atau sesudahnya. Di Jepang, generasi ini didefinisikan oleh rentang sepuluh tahun dengan “neo-digital natives” yang dimulai setelah 1996. Sebagian besar Generasi Z telah menggunakan internet sejak usia muda, dan mereka umumnya merasa nyaman dengan teknologi dan berinteraksi di media sosial.

Untuk artikel ini saya menyempatkan mewawancarai salah seorang generasi Z yang sedang berkuliah di jurusan seni rupa. Dunia kreatif yang sangat kental dengan perubahan Revolusi Industri 4.0, menjadi alasan kenapa saya memilih narasumber kali ini. Sebut saja namanya Anya.

Halo Nya, apa kabar?
Baik, baik.

Langsung aja nih. Internet memberi banyak kemudahan akses di era sekarang. Banyak hal yang bisa jadi sumber pendapatan di internet, yang lima atau sepuluh tahun ke belakang, bisa jadi gak kepikiran oleh kita sama sekali. Giveaway, jualan akun, role playing, dan lain sebagainya itu termasuk baru gak sih?
Sebenarnya hal-hal yang tadi lo sebut kayak giveaway, jualan akun, RP dan segala macemnya bukan hal yang baru. Cuma baru booming lagi karena literally platformnya aja yang mulai populer lagi.

Sumber pendapatan ini apa aja sih yang lo tau? Dan apa sih istimewanya?
Gak ada yang spesial sih. Paling yang agak baru itu kayak jasa titip hack account. Sebenarnya termasuk lama juga, cuma dulu jasa hack account kan mahal ya, sekarang kayak murah gitu. Mungkin karena hal-hal yang kayak gini sebenarnya mudah dan banyak orang yang bisa. Cuma ada aja yang mau beli jasanya.

Kenapa orang-orang mau beli hal-hal kayak gitu sih? Gue liat orang-orang banyak yang gak nyangka, “Kok hal-hal kayak gitu bisa jadi duit?”
Mungkin karena lagi marak e-commerce kali ya. Dari situ udah tumbuh budaya konsumerisme. Orang-orang itu sekarang ngelihat dari visualnya aja udah termotivasi buat beli. Dia butuh atau enggak itu perihal nanti. Jasa-jasa titip, jual akun, dan online shop kayak gitu menjamur ya karena rise of consumerism itu sih.

Generasi orang tua kita pasti mikirnya, “ngapain beli itu?” Soalnya dulu gak lumrah buat beli barang yang gak ada fisiknya kan?
Ya, dan cara belinya juga gak semudah sekarang. Sedangkan barang kayak gitu tuh tersier, mahal dan bukan basic necessities. Tapi sekarang orang udah makin mampu buat beli. Dulu juga jasa logistik itu dikit, kayak cuma Pos Indonesia. Sekarang makin banyak, jadi lebih mudah.

Zaman sekarang lumrah buat orang mau beli barang-barang non fisik kayak voucher game, spotify premium, langganan netflix, dll. Tapi itu bukan hal yang baru kan? Kayak cuma berubah bentuknya doang.
Ya. Kayak dulu orang beli karya seni di mana sih? Bisa di balai lelang atau langsung ke galerinya. Sekarang juga bisa kok. Atau lo mau beli artwork, lo bisa order commission ke artisnya, atau beli jadi di komiket. Sebenernya sama aja.

Ada yang bilang, if you creative enough, every social media is LinkedIn. Orang-orang bisa bikin semua yang ada di internet jadi tempat dapat pekerjaan. Misalnya dulu batasan yang legal dan ilegal itu kentara banget. Sekarang hampir subtil dan gak bisa bedain. Kayak ada orang yang sampe harus masuk ke deep web cuma buat beli nastar.
Kocak banget itu beli nastar harus ke deep web. Nah, kayak dulu kampus dana usahanya paling jual gorengan. Zaman sekarang, kampus aja danusan tuh paid promote. Banyak cara buat dapetin uang dari internet. Temen gue aja ada yang jual akun, ada yang commission, bahkan ada jasa yang nyewain nomor handphone.

Kayak gimana tuh jasa nyewain nomor handphone?
Misalnya ada orang mau daftar ke sosial media lalu nomer teleponnya udah kepake, dia bisa nyewa nomer baru. Ya gue gak tau juga sih dia dapet nomernya dari mana. Jasa-jasa kayak gitu tuh sebenarnya gampang tapi karena orang pada males aja jadi jasa-jasa itu ada. Termasuk jasa benerin akun kayak kalau akunnya suspend. Ada juga jasa konsultasi psikologi online, itu in between unik dan ngeri sih.

Internet bikin beberapa profesi hilang tapi munculin banyak jasa baru juga ya. Kayak ada profesi-profesi yang sebenarnya gak terlalu rentan sama digitasi seperti psikolog dan seniman. Profesi yang butuh human touch. Tapi bukannya konsultasi psikologi itu gak boleh sembarangan ya?
Itu. Logikanya kan ngebantu kalau ada yang konsulin. Masalahnya kita gak tau siapa orang yang ngomong sama kita. Apa bener dia kompeten? Jangan-jangan sembarangan konsulnya, itu kan bahaya.

Lo pernah gak dapat sesuatu selain uang dari internet?
Ya banyak. Tapi biasanya orang nyari fresh money. Yang kayak gitu termasuk give away gak sih? Lu melakukan sesuatu buat dapetin barang. Biasanya give away itu dalam rangka naikin followers atau engagement.

Kalau giveaway itu yang bikin lo tertarik apa?
Tertarik ikutan apa tertarik bikin?

Dua-duanya.
Kalau tertarik ikut ya… namanya juga untung-untungan. Gue bisa dapet sesuatu dengan effort seminimal mungkin. Kalau bikin giveaway, dengan barang yang gak kepake gue bisa dapat follower atau bisa viral. Kan lumayan.

Sebenarnya kemunculan platform itu juga erat kaitannya oleh kebutuhan user gak sih? Kayak dulu sebelum ada marketplace kayak Tokopedia atau Bukalapak, orang-orang bikin sendiri forum jual beli di kaskus. Bahkan sebelum Facebook punya fitur marketplacenya sendiri orang tuh udah lama banget bikin grup jual beli atau lelang di facebook.
Iya. Kebutuhan user ini yang selalu berusaha dipenuhi biar orang semakin mudah mengkonsumsi. Saking mudahnya, pernah tuh sepupu gue yang masih SD gak sengaja buat beli game berjuta-juta karena itu nyambung ke credit card tante gue. Gila banget kan? Cuma beberapa klik, jutaan rupiah duit ilang.

Temen-temen lu ada yang bisa hidup dari commis gak?
Banyak. Kayak cuma dari commission sebulan aja udah bisa dapet PS4. Sementara seniman itu kalau udah punya karya, bisa kaya raya banget. Kayak kakak tingkat gue aja ada yang produknya dijual ke bekraf, satu produk doang udah dapet 4,5 (juta rupiah).

Titik kritis yang diperkirakan akan terjadi pada 2025

Lo ada bayangan gak di masa depan untuk memaksimalkan semua produktivitas lo di online? Kayak semuanya yang lo lakuin nyambung di internet.
Kalau gue sih rasanya lebih nyaman buat pake sosmed buat sarana publikasi aja. Kalau buat jualan sih lebih enak di offline, jadi lebih minim terjadi penipuan.

*Wawancara ini telah disunting supaya lebih ringkas dan enak dibaca.

Lapangan Pekerjaan di Masyarakat yang Menua

Hadirnya pekerjaan baru akibat Revolusi Industri 4.0 tentu berkaitan erat dengan tenaga kerja itu sendiri. Negara-negara maju semakin menua. Ini artinya angkatan baru tenaga kerja di sana semakin berkurang. Sebenarnya, ini berita baik untuk negara-negara berkembang yang punya surplus tenaga kerja. Tenaga kerja ini bisa bermigrasi untuk menjadi pekerja di negara maju atau bekerja jarak jauh dan dibayar dari sana.

Pada era teknologi informasi ini, juga terjadi perubahan pola konsumsi seperti orang-orang dewasa muda yang lebih sedikit membeli rumah, perabotan, mobil dan peralatan rumah tangga. Selain karena ketimpangan ekonomi yang masih besar, pilihan untuk menyewa menjadi semakin mudah. Banyak orang lebih memilih menyewa karena selain dianggap lebih menguntungkan secara ekonomi, juga memungkinkan mereka untuk lebih lincah berpindah domisili di masyarakat yang global ini.

Mengingat faktor-faktor pendorong yang terjadi, perubahan pola-pola kerja di industri dan jenis pekerjaan adalah suatu hal yang pasti. Lalu sejauh mana teknologi akan menggantikan tenaga kerja manusia? Pekerjaan-pekerjaan baru apakah yang bisa dilakukan manusia di masa depan? Atau ada pola-pola ekonomi baru yang akhirnya membuat manusia tidak perlu pekerjaan untuk memiliki penghidupan? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin akan terjawab tidak lama lagi.

Selasa, 25 September 2018
#Gatal2Digital

Jaladri
Gen Y Angkatan Terakhir
Kolektif Agora

Daftar Pustaka

  • https://ideas.ted.com/opinion-data-isnt-the-new-oil-its-the-new-nuclear-power/
  • http://reports.weforum.org/future-of-jobs-2018/strategic-drivers-of-new-business-models/
  • Palfrey, John and Urs Gasser (2007). Born Digital: Understanding The First Generation Of Digital Natives. Basic Books
  • Schwab, Klaus (2016). The Fourth Industrial Revolution. World Economic Forum
  • World Economic Forum. Deep Shift Technology Tipping Points and Societal Impact. World Economic Forum.

--

--