Jadi kreatif di unit digital dan inovasi Jabar

Nea Ningtyas
Jabar Digital Service
7 min readApr 1, 2021
Tim Konten dan Komunikasi Jabar Digital Service. Mereka adalah warna, bentuk, gerak, dan suara di balik identitas maya dan nyata unit digital dan inovasi Jawa Barat.

Bulan ini menandakan tepat dua tahun saya berkarya di Jabar Digital Service, atau singkatnya JDS, sebuah unit digital dan inovasi di bawah Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat. Terdengar membosankan? Tunggu sampai kamu mengetahui nama resminya: Unit Pelaksana Teknis Daerah Pusat Layanan Digital, Data, dan Informasi Geospasial. Yikes. I know.

Tetapi, kerja di JDS jauh dari kata membosankan.

Mohon untuk enggak tertipu nama resmi, panjang, dan berpotensi disingkat khas institusi pemerintahan pada umumnya, karena saat kamu bekerja untuk JDS, you’re hopping on a rollercoaster ride.

Kerja di unit digital pemerintahan bisa jadi kreatif juga

Tidak pernah saya sangka sebelumnya kalau bekerja di sebuah institusi pemerintahan membuka kesempatan menjejalahi kreativitas saya seluas-luasnya. Sebelumnya, saya adalah seorang penulis yang bekerja di media dan lalu seorang program officer di sebuah lembaga edukasi luar negeri. Untuk bergabung di JDS saat itu seperti menarik lotere; ada kemungkinan kalau saya bakal melepaskan “kebebasan” berkreatif untuk bekerja di lembaga pemerintahan lalu menjadi membosankan selamanya.

Ternyata, saya menang lotere.

Masa saya bekerja di JDS bisa jadi adalah masa-masa paling kreatif sepanjang perjalanan karir saya (yang masih sangat pendek ini).

Tentu saja! Saya bekerja di sebuah unit inovasi — untuk berinovasi, ‘kan, kita perlu jadi kreatif?

JDS dibentuk Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untuk mempercepat tercapainya cita-cita jadi “Digital Province”: sebuah tempat di mana tata kelola dan layanan publik jadi lebih mudah dan sederhana lewat teknologi dan warganya makin sejahtera karena inovasi.

Bukankah begitu gagasan yang banyak digaungkan sejak beberapa tahun terakhir di sektor pemerintahan di Indonesia?

Mudah sekali untuk dismiss mimpi seperti itu di pemerintahan sebagai “sekadar jargon”. Yah, mungkin ada benarnya, tapi di JDS saya merasakan sendiri bagaimana upaya ini dilakukan.

Jauh dari sempurna, belum berhasil meyakini berbagai pihak untuk sepakat semua, tapi upayanya sungguh-sungguh dan nyata. Saya dan teman-teman di JDS pernah sedikit menulis soal beberapa upaya digitalisasi pemerintahan dan layanan publik yang dilakukan JDS untuk Jawa Barat yang bisa rekan-rekan baca di laman Medium JDS.

Lalu, di mana letaknya posisi tim kreatif di upaya digitalisasi provinsi dengan 49 juta warga ini?

Untuk membantu menyiarkan upaya-upaya tersebut dalam bentuk konten kreatif, tentu saja!

Di JDS, kami memproduksi infografik, poster, video, animasi, dan tulisan yang menceritakan program-program digitalisasi Jawa Barat, konsep civic tech, dan observasi isu populer dengan angle perkembangan teknologi buat jadi salah satu sumber informasi dan edukasi bagi warga Jawa Barat dan siapapun yang tertarik.

Sebagai institusi yang punya kata “digital” di namanya, di era digital pula, tentu saja JDS perlu memiliki eksistensi di dunia maya untuk menyiarkan program dan project digitalisasi layanan publik di Jawa Barat, sekaligus mengenalkan konsep government tech kepada publik. Akun media sosial pertama, dan utama, yang kami kembangkan adalah Instagram dengan handle @jabardigitalservice.

Laman Instagram Jabar Digital Service dan postingan yang mengenalkan JDS sebagai organisasi civic tech.

Di media sosial inilah kami membangun dari nol persona virtual Jabar Digital Service sebagai unit digital dan inovasi, yang bagi publik Indonesia mungkin terdengar sedikit alien karena belum banyak ada (sejauh yang saya tahu, unit yang “ekuivalen” dari JDS — lembaga inovasi digital pemerintahan — hanyalah Jakarta Smart City, cmiiw).

Tantangan membangun “identitas” JDS lewat media sosial

Saat saya bergabung JDS, yang memproduksi konten dan mengelola media sosial hanya dua personel: saya, Content Writer, dan rekan saya Alexander Randika (sekarang koordinator Konten dan Komunikasi) sebagai Graphic Designer, di bawah asuhan koordinator Implementasi (dulu integral dengan Komunikasi), Biondi Sima.

Tentu bukan hal mudah buat membangun identitas dan menggaet audiens bagi tim beranggotakan dua dari sebuah institusi baru di bidang yang masih asing bagi audiens media sosial di Indonesia. Awalnya, kami cuma memproduksi beberapa konten dalam sebulan. Saat itu, semua program digitalisasi masih dalam tahap “dimasak”, alias belum banyak yang bisa kami ceritakan di media sosial. Jadi, bikin apa, dong?

Saat itu, yang kami lakukan adalah mengambil sebuah isu populer dan menceritakannya dari angle perkembangan teknologi.

Beberapa konten awal di laman Instagram Jabar Digital Service.

Ketika program-program transformasi digital dan layanan digital mulai dapat diakses oleh masyarakat, barulah kampanye yang sesungguhnya kami mulai.

2019 menjadi tahun transformatif bagi JDS, begitu juga bagi eksistensi media sosial kami yang semakin berkembang dari sisi kreasi konten dan engagement dari pengikut yang menurut analytics tool Instagram saat itu demografinya adalah anak muda usia 18–35 tahun di daerah urban, dan dari observasi manual ketertarikannya di bidang teknologi.

Namun, perkembangannya so-so; basis pengikut mulai solid, namun tidak begitu luas.

Tahun 2020, pandemi terjadi. Siapa yang sangka, tragedi global ini menjadi ‘katalis’ bagi pertumbuhan JDS, program dan layanan yang kami kembangankan, termasuk juga media sosial kami.

Selain karena tim kami juga semakin berkembang, tidak lagi saya dan Randi saja — izinkan saya memberikan honorable mention buat rekan-rekan tim saya yang luar biasa: Aldy Febrian (Motiongrapher), Fakhri Luthfi (Videographer), Harits Fathoni (Writer), Ali Rifky (Designer), Fulca Veda (Writer), Surya Ardhani (Designer), Adji Putra (Videographer), Aulia Rifqi (Community Officer), dan Rakka Saputra (Content Strategist) — tapi juga pandemi ini telah mendorong dilahirkannya Pikobar.

Diluncurkannya Pikobar, portal terintegrasi respon pandemi Jawa Barat, pada Maret 2020 mengubah segalanya buat JDS, termasuk bagaimana kami bermedia sosial.

Sejak pandemi dimulai dan Pikobar diluncurkan, pengikut kami naik drastis; begitu pula intensitas dan variasi konten yang kami sajikan. Kebutuhan untuk menyosialisasikan manfaat Pikobar dan layanan-layanan yang ada di dalamnya, sekaligus menyediakan informasi teranyar soal perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia dan dunia, telah mendorong perkembangan pesat eksistensi JDS di media sosial.

Konten pertama Jabar Digital Service soal pandemi dan Pikobar.

Yang paling menantang yang bikin belajar: Bereksperimen sambil berkejaran dengan pandemi

Kendati jadi alasan makin berjayanya JDS di media sosial, pandemi tetap jadi tantangan yang berat bagi tim kami. Waktu itu kami full bekerja dari rumah, sesuatu yang sulit bagi tim kreatif yang terbiasa duduk bersama untuk diskusi dan membuat konten. Tapi rintangan bernama jarak itu berhasil, dengan susah payah, kami lewati dengan beradaptasi dengan cara baru diskusi secara maya, koordinasi lewat kata-kata, dan saling percaya kalau semua bekerja sesuai waktunya.

Sepanjang 2020, di tengah pandemi dan remote working, kami memproduksi lebih dari 300 konten. Artinya, hampir setiap hari kami mengunggah konten. A team of 11, one content a day for a year, in the middle of a pandemic.

Tidak hanya secara kuantitas, bisa dibilang secara kualitas pun kami tumbuh di tengah pandemi.

Untuk memastikan pesan-pesan soal layanan digital yang bisa diakses publik dalam respon pandemi serta soal pencegahan dan perkembangan pandemi itu sendiri bisa diterima baik oleh masyarakat, kami mencoba berbagai jenis kreasi konten yang belum pernah kami lakukan sebelumnya.

Video explainer ini adalah yang pertama kami buat untuk menjelaskan konsep social distancing, sesuatu yang sekarang mungkin teman-teman pembaca sudah bosan mendengarnya tapi dulu, waktu pandemi baru mulai, adalah sebuah istilah asing. Konten ini, kami sebut #Digidata, adalah eksperimen pertama membuat video semi animasi dengan storytelling dengan ringan dan sedikit jenaka untuk mendiskusikan sebuah konsep yang cukup kompleks.

Kami juga bereksperimen dengan podcast. Sebelum pandemi pun, kami sudah merilis podcast. Musim tayang pertama podcast kami, #Digitalks, bertema civic tech dan government innovation; membahas berbagai isu populer dan bagaimana relevansi teknologi dan digitalisasi pemerintahan di dalamnya.

Semenjak pandemi, kami pun menggeser concern bahasan podcast kami ke topik-topik seputar penanganan Covid-19 dan pengalaman-pengalaman masyarakat menghadapi pandemi, dengan tetap membahas sisi teknologi dan inovasi dalam respon pandemi. Yang berbeda, kami bereksperimen juga dengan video podcast.

Di episode Digitalks ini, kami berdiskusi dengan dua dokter anggota Satgas Penanganan Covid-19 Jawa Barat soal hoaks dan bahayanya buat penanganan pandemi yang susah payah sedang diupayakan efektif saat itu.

Tentu saja, yang namanya eksperimen, tidak semua yang kami coba berhasil. Namun, dalam prosesnya kami jatuh, bangun, belajar, dan menemukan jati diri (identitas maya) JDS lebih baik lagi.

Tim beragam skill, belajar terus dan saling membangun

Mungkin yang paling bikin saya sadar kalau kerja di pemerintahan bisa jadi kreatif adalah rekan-rekan saya di tim kreatif JDS. Mereka adalah orang-orang terbaik di bidang masing-masing, dengan sejuta ide didukung berbagai kreativitas dan skill teknis buat bikin ide-ide itu jadi nyata; berbentuk, berwarna, bergerak, bersuara, bercerita, bermakna — bisa dinikmati semua yang mengkonsumsinya.

Sebagai seorang Content Strategist yang berfungsi jadi produser di proses kreatif tim, kadang-kadang saya berpikir ide yang ada di kepala saya cuma angan-angan, atau kadang mungkin saya berpikir ide ini terlalu kompleks, terlalu membosankan, terlalu biasa. Namun, ternyata, di kepala dan jari-jari teman-teman saya yang penulis, desainer grafis, videografer, dan motiongrafer, ide-ide itu bisa disulap jadi menarik dan mudah dikonsumsi. Dan untuk mencapai tujuan tersampaikannya pesan-pesan soal layanan digital dan program yang bisa melayani masyarakat jadi lebih baik, kualitas-kualitas itulah yang perlu ada di sebuah konten.

Pada intinya, dengan berbagai perspektif kreatif semua anggota tim dengan keterampilannya masing-masing, kita harus membuka hati dan pikiran untuk bisa menyerap semua masukan sehingga sama-sama kita terus belajar buat memproduksi konten yang terus improve secara kualitas.

Teman-teman pembaca, kalau kamu mau, kamu juga bisa jadi bagian dari tim kreatif JDS dan menyumbangkan perspektif dan keterampilan kreatifmu. Kami sedang membuka posisi Content Strategist dan Content Writer. Jika ini terdengar seperti pekerjaan impianmu dan kamu cocok untuk posisi ini, langsung meluncur ke digitalservice.jabarprov.go.id/karir buat daftar!

Semoga beruntung buat bisa melakukan apa yang kamu sukai, dengan impact yang nyata buat masyarakat Jawa Barat!

--

--