Studi Kasus : Merancang Visual Identity untuk Diri Sendiri (pt.3)

Ais
13 min readMay 10, 2020

--

[ part1 | part2 | part3 ]

Halo, perkenalkan saya Ais, freelance illustrator di Jakarta. Saya pembelajar otodidak; self-taught artist dengan ruang belajar dari internet. Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan kedua; mengenai proses sketching & conceptualizing dari beberapa alternatif hingga memilih satu yang terbaik.

Saya berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Segala kritik, saran, komentar maupun diskusi sangat diterima! Temukan saya di instagram dan dribbble.

Saya ucapakan; selamat membaca!

. five . — Finalize and Delivery

Jika dilihat berdasarkan jenisnya, logo di dunia terbagi dalam 7 jenis logo yaitu abstract mark, mascot logo, combination mark, emblem logo (saya menyebutnya badge), lettermark, pictorial mark, dan wordmark (logotype).

Source: 99designs

Untuk kebutuhan desain saya saat ini, logo yang akan saya rancang berupa logotypes, logosymbol dan kombinasi diantara keduanya. Tidak harus memiliki semua jenis logo, terlebih jika kebutuhan di industri tidak memerlukan itu.

Logosymbol

Pada tahap ini, logo D yang terpilih ini menjadi cikal bakal logo saya yang sekarang. Perbedaannya ada pada arah dari spiralnya. Jika diperhatikan, logo alternatif D arah spiralnya berlawanan arah dengan jarum jam. Mungkin karena saya right-handed jadi saya merasa spiralnya terlihat aneh. Jadi saya mengubahnya menjadi searah jarum jam.

Ditambah karena bentuk spiral ini berbentuk smile line, saya jadi teringat sebuah artikel yang mengatakan bahwa bagian kiri wajah lebih menarik dari bagian kanan; maka pilihan me-flip horizontal logo ini saya rasa sudah tepat.

Saya ubah logo menjadi Clockwise (searah jarum jam)

Namun ketebalan garis lengkung di atas dan di bawahnya masih belum sama, maka selanjutnya saya membuat logo grid structure memakai golden ratio.

Golden ratio untuk membuat structure logo, uploaded on Instagram

Selesai menggunakan golden ratio, saya melihat kembali logo D yang sudah jadi tetap membutuhkan perubahan pada sudut lancip; yang saya hindari dalam sebuah logo. Karena itu dengan bantuan golden ratio lagi saya mengubah sudut-sudut menjadi lebih rounded.

Before — After perubahan pada round corner

Untuk kebutuhan portfolio di Behance, saya membuat animasi sederhana dari struktur logo alternatif D ini yang saya beri nama ‘Harcoon’ kependekan dari Harice’s Cocoon; kepompongnya Harice. It’s a silly name, that’s why I never mentioned it any where lol.

Struktur Logo

Membuat logo grid ini juga tidak harus sempurna, karena grid hanya membantu proses merancang untuk mendapatkan ukuran yang tepat. Contohnya saja pada garis spiral logo; saat logo berukuran 200x200px mungkin jarak antara negative space spiral tidak menimbulkan masalah. Namun saat diaplikasikan pada ukuran container yang kecil, jarak yang tidak sesuai akan menjadikan logo terdistorsi dan terlihat menyatu. Selain grid, logo yang pixel perfect juga mempengaruhi bagus atau tidaknya logo tersebut ketika di down-scale.

contoh perubahan pada jarak mempengaruhi fleksibiltas logo

Logotype

Setelah logosymbol selesai dibuat strukturnya, berikutnya adalah membuat logotype. Kali ini saya membuatnya sangat sederhana karena saya tidak terlalu pandai dalam skill typography jadi saya hanya membuatnya dari font Muli dan mengubahnya menjadi lebih rounded.

Tinggi A / Tinggi B = 1.618

Susunan logosymbol dan logotype adalah horizontal dengan perbandingan ukuran kembali menggunakan golden ratio. Saya tidak membuat versi vertikal karena akan terlihat unbalanced; selain itu versi horizontal menurut saya sudah cukup untuk ditaruh dalam wide container.

Warna

Aplikasi warna pada logo saya taruh pada proses akhir setelah logo dalam bentuk hitam putih sudah selesai dirancang. Hal ini akan mempermudah penilaian secara objektif pada logo. Jika logo terlihat bagus pada satu warna saja; sudah menyampaikan pesan dan kesan kepada audiences yang melihat, tentu powernya akan semakin terasa dengan adanya tambahan warna.

Pada step . two . design brief saya mengidentifikasi personality saya dengan warna pastel, karena itu saya mengumpulkan berbagai warna pastel dan mempelajari arti psikologi pada tiap warna. Fungsi warna sangat krusial untuk kebutuhan desain, terutama user interface. Mungkin, untuk saat ini aplikasi identity belum sampai user interface (on progress portfolio website) tapi bukan berarti warna pada logo tidak penting untuk dipikirkan sedari tahap pembentukan visual identity.

moodboard warna source: pinterest
3 warna terpilih; 2 warna utama dan 1 warna secondary

Warna yang terpilih yaitu pink-shade Salmon dan yellow-shade Royal. Lalu dibuat turunan warna setingkat diatas dan satu tingkat di bawah. Warna Pink terpilih karena merepresentasikan warna yang feminim, lembut (sama seperti feeling memegang sutra), aura yang berani karena turunan dari warna merah namun tidak terlalu kuat karena lebih calm, playful karena dominan warna pink digunakan untuk produk anak-anak. Selain itu warna ini memberikan kesan ketulusan dan kreatifitas (sumber).

Warna utama lainnya pelengkap dari warna pink adalah kuning; penuh dengan spontanitas, cheerful dan kehangatan. Warna ini penyeimbang warna pink yang calm and soft.

Variasi Logo (3D Flat, Flat dan Icon App)

Warna secondary terpilih untuk menyeimbangkan warna pink dan kuning yang warmtone sehingga terpilih warna cooltone yaitu warna turkis; Jade. Pilihan saya ada pada warna turkis yang hijau semi-kebiruan karena melambangkan trustworthy dari warna biru, dan peaceful dari warna hijau.

Pada akhirnya logo terdiri dari dua warna utama untuk membuat gradasi. Efek gradasi ini menciptakan efek sutera. Gradient logo dengan elemen grafis seperti tekstur pada kain sutra ini tersinpirasi dari karya saya yang saat itu mendapat banyak pujian dari beberapa teman yang mengatakan bahwa warnanya sangat ‘gue banget’. Selain itu, saya juga melihat karya-karya yogaperdana7 dan Alex Tass untuk melihat aplikasinya pada logo. Tentu saja saya juga menyiapkan logo dengan variasi warna hitam, putih dan flat pink.

dribbble.com/haricech

Warna ini juga saya test pada LogoLab untuk melihat range warna yang dilihat oleh pemilik buta warna. Tidak terlalu baik pada Protanopia, tapi bentuk logo masih terlihat kontras pada elemen grafis yaitu gradasinya.

Typoraphy

Setelah warna kemudian saya berekspresi pada tipografi untuk kebutuhan corporate identity. Karena logotype sudah menggunakan font sans serif maka untuk title pada paragraph saya memutuskan mencari font serif. Sejak percobaan saya pada logotype di tahap . two . pengumpulan moodboard, saya sudah jatuh hati dengan font Prata. Font ini memberi kesan elegan dan lembut pada teks, dan terlihat melengkapi font Muli.

Selain itu banyak pin-pin pada Pinterest yang memasangkan logo serif dengan sans serif.

title: Prata Regular, body text: Muli Regular

Salah satu contoh aplikasi font pairing Prata x Muli dalam corporate identity kontrak kerja:

perpaduan antara Prata dan Muli

Selesai memutuskan elemen penting seperti warna dan tipografi lalu beralih ke elemen grafis tambahan untuk menambah estetika. Saya membuat tekstur sutra dari logo menjadi graphic element dan membuatnya dalam beragam versi. Salah satunya yang terlihat dalam kontrak kerja di atas, dan elemen pada business card di bawah:

layout di business card

Setelah itu, saya membuat pattern yang bentuk utamanya berasal dari potongan spiral yang membentuk smile-line atau 1/4 keliling lingkaran.

asal bentuk pattern

Eksplorasi saya tidak hanya berhenti pada pattern, saya juga menyiapkan satu karakter yang dapat ditambahkan pada elemen grafis untuk menambah kesan ‘humanist’ pada tiap element identity.

Terinpirasi dari kegiatan yang saya lakukaan ketika merancang visual identity ini disaat bersamaan saya juga sedang menyusun skripsi saya di Lab. Saya pun membuat karakter versi saya sendiri, seorang perempuan yang memegang erlenmayer dan mengenakan jas lab berwarna hijau.

Harice’s Original Character v.01

Penyesuain dengan warna branding pun dilakukan, kerudung yang semula berwarna dark blue diubah menjadi pink gradasi kuning sehingga cocok dengan jas lab yang dikenakan berwarna hijau turkis.

Selain elemen lainnya, penulisan title pun saya jadikan ciri khas berupa adanya tanda baca titik (.) sebelum dan setelah kata / kalimat. Hal ini juga saya aplikasikan pada penulisan title pada step by step proses desain pada tulisan ini. Meski tidak wajib untuk semua document identity yang saya buat semisalnya di CV atau resume, tergantung pada kondisi dan kebutuhan.

Penggunaan titik pada ciri khas penulisan

Selain teknik penulisan, visual identity yang cukup penting untuk saya adalah adanya icon yang satu konsistensi dengan style yang ada. Saya menggunakan icons ini di medsos dan portfolio website.

Dua tipe logo: Main style dan Minimalism

Penggunaan logosymbol sebagai watermark pun terlihat cukup jelas; tidak mengganggu estetika dan tetap menunjukan identitas diri.

poster dengan karya saya + watermark lucu

Secara lengkap, mockup dari visual identity ini dapat dilihat secara jelas pada halaman portfolio behance saya. Sumber mock-up gratis dapat ditemukan di pixeden, pixelbuddha dan graphicburger.

. six . — Testing

Versi awal logo, yaitu tanpa rounded saya publish di Instagram (post 1, post 2, post 3). Seperti biasa, saya mendiamkan postingan tersebut beberapa hari (2–3 hari) kemudian melihat kembali untuk memberikan nilai yang lebih objektif.

Benar saja, pada saat proses awal saya tidak merasa ujung lancip tersebut aneh, namun setelah mendiamkan beberapa hari saya mulai merasa terganggu dengan ujung lancip yang serba tanggung. Jadi saya memutuskan menggantinya dan melakukan upload ulang di Dribbble. Selang beberapa minggu kemudian saya melakukan publish di Behance; part 1 dan part 2.

Kali ini saya mencoba cara ekstrem; saya mendiamkan selama enam bulan. Terhitung sejak published di Behance pada Oktober 2019 hingga saat ini Mei 2020, logo ini masih saya gunakan; dan terpenting masih relevan dengan personality saya saat ini.

Di tahap ke enam ini saya mencoba melakukan testing dengan Paul Rand’s test dan menjawab pertanyaan dari artikel What Makes a Great Logo.

*Awalnya saya berpikiran untuk melakukan test menggunakan teknik Kansei Engineering tapi tidak bisa saya lakukan karena untuk mendapatkan nilai tersebut saya perlu bertemu dengan pihak profesional dalam dunia logo dan menyebar kuesioner pada target audiences dari logo saya; yang mana hal tersebut sangat sulit saya lakukan dalam kurun waktu pandemi covid19 seperti ini.

Paul Rand’s Test

  1. Is it distinctive?
  2. Is it visible?
  3. Is it adaptable?
  4. Is it memorable?
  5. Is it universal?
  6. Is it timeless?
  7. Then, when you have said “yes” to everything above, ask this final question: is it simple?

Nilai skor dari nomor 1 sampai 6 maksimal adalah 10, nomor 7 bernilai maksimal 15. Penilaian ini saya lakukan secara pribadi (subjektif).

Distintive — Terlihat Berbeda: 7/10

Saya memberi nilai yang cukup tinggi karena bentuk logo dengan obround shape sangat jarang saya temui. Kemungkinan besar shape ini lebih banyak ditemukan pada logo vintage classy yang sangat feminim atau minimalist sebagai badge. Ditambah lagi bentuknya termasuk dalam kategori less favorite choice karena shape yang terlihat unbalanced pada square container.

penampakan diantara logo lainnya : LogoLab
Contoh logo Humble&Grand menggunakan obround shape

Selain bentuk, warna pink dan kuning jarang sekali dipilih sebagai warna untuk logo brand; tidak seperti warna biru.

Visible — Telihat Bagus di Hitam dan Putih: 10/10

Saya memberikan nilai hampir sempurna karena logo ini jika diubah menjadi satu warna (dari awal pembuatan memang saya menggunakan warna hitam dan putih jadi ini tidak menjadi masalah) logo ini tidak akan kehilangan identitasnya. Elemen grafis seperti efek gradasi tersebut bukanlah point utama dari logo; elemen tersebut sangat berguna untuk menjadi pembeda tapi bukan karakteristik utama logo. Yang menjadi ciri khas dari logo ini adalah overall shape dan negative space nya yang seperempat spiral. Tanpa warna logo ini memang terlihat boring tapi saya merasa hal itu tidak menghilangkan personality dari logo ini.

looks good on the bright or dark side

Adaptable — Ditempatkan Di Mana Saja: 7/10

Awalnya skor pada penilaian ini cukup rendah karena bentuk obround terlihat tidak seimbang jika ditempatkan pada square container. Jika pada penilaian distinctive bentuk ini memberi nilai lebih, pada adaptable menjadi bumerang. Ini terbukti jika logo ini ditempatkan dalam square container seperti icon untuk aplikasi. Meskipun saya juga tidak mengerti kenapa saya membuat aplikasi tapi semakin fleksibel logo ditempatkan di area manapun tanpa kehilangan karakteristik; semakin bagus.

LogoLab : App Icon

Selain menggunakan logo untuk branding, saya juga menggunakan elemen grafis sebagai visual identity lainnya; efek sutra dan pattern. Hal ini untuk memberikan kesan familiar dan konsistensi pada elemen identitas lainnya.

full version di Behance

Namun skor menajadi tinggi karena logo saya dapat dikreasikan dengan ilustrasi dan karya-karya saya. Contohnya seperti ini:

dapat dilihat selengkapnya di behance

Memorable — Mudah Dikenang: 7/10

Logo ini digunakan sebagai representatif personality saya terhadap calon klien; saya merasa logo ini berkarakter dan berbeda dibandingkan dengan logo desainer yang lain; yang pada umumnya menggunakan inisial nama mereka. Namun hal itu menjadi bumerang karena logo ini tidak mengingatkan orang lain bahwa ini Harice. Tidak ada huruf H dan bentuknya terlihat seperti sosis. Secara umum logo ini memang memberi kesan yang sesuai, namun jika belum familiar dengan brandnya (terlebih belum mengenal saya) maka akan menjadi kekurangan dalam aspek memorable ini.

Solusi saya untuk kekurangan pada masalah ini adalah membuat semua orang familiar dengan logo ini. Saya menggunakan untuk profile picture, menjadikannya sebagai watermark dan menaruhnya dalam setiap dokumen.

Universal — Diterima Semua Orang : 10/10

Hampir setahun sejak saya mempublikasikan logo ini, saya belum pernah menerima kritik atau komentar jika ada hal aneh dalam logo saya. Selama ini komentar lebih condong ke arah ‘logo ini mirip LG’ atau ‘logo ini seperti sosis’. Feedback dari aspek negatif seperti bentuk yang berlawanan dengan budaya lain tidak pernah saya terima. Jadi (untuk saat ini) saya memberikan poin sempurna. Jika kalian para pembaca ingin memberikan feedback, saya sangat terbuka untuk membaca tulisan kalian di kolom komentar! :D

Timeless — Tak Lekang Oleh Waktu : 10/10

Melihat trend logo dari masa ke masa membuat saya menarik kesimpulan cara untuk menciptakan logo yang timeless adalah dengan cara menciptakan banyak variasi logo: main logo, secondary logo, logosymbol, logotype, logo dengan warna full colour maupun logo dengan satu warna. Selain variasi, t jenis logo juga dapat dijadikan referensi logo yang dibutuhkan.

Sehingga logo tersebut memiliki banyak bentuk sesuai perubahan trend. Contohnya adalah trend logo tahun 2016 yang terkenal dengan rebranding instagram dengan warna gradasi atau trend UI seperti Skeuomorphism, Minimalism & Flat Design juga mempengaruhi logo yang akan ditampilkan.

Logo style seperti apa yang anda cari? Saya punya

Simple — Sederhana adalah Kunci : 12/15

Penilaian simple memiliki skor tertinggi yaitu 15 poin. Ada 2 cara untuk mengetahui seberapa efektifnya kesederhanaan dari logo ini.

Cara pertama dengan melakukan scalability test. Seperti saat logo ini masih menjadi alternatif D, saya melakukan test dengan LogoLab untuk melihat versi terkecil dari logo ini. Siluet dari bentuknya masih baik untuk dilihat.

LogoLab

Cara kedua adalah dengan menggunakan test menggambar ulang selama 10 detik. Jika dapat digambar dalam waktu 10 detik maka kesederhanaan logo dikatakan berhasil. Tentu tidak objektif jika saya yang menggambar karena saya kreator dari logo ini; tentu tidak sulit menggambar ulang. Jadi saya meminta bantuan beberapa sahabat saya untuk menggambar ulang logo dengan cara mereka masing-masing; dengan ketentuan mereka melihat logo selama 3 detik dan kemudian menggambar selama 10 detik.

Hasilnya dapat dilihat pada gambar di bawah. Paling kiri, teman saya yang bernama DN, karena malas mencari kertas dan pensil ia menggambar di aplikasi drawing di smartphone nya. DN berhasil menangkah shading pada warna dengan baik. Pada teman saya, NP, menangkap keseluruhan bentuk rounded obround dan negative space bentuk spiral. Teman saya paling kanan, AC, berhasil menggambar sudut ujung dari spiral diatas kanan dan menangkap sisi rounded dari logo.

Dari uji coba sederhana terhadap ketiga teman saya tersebut, membuktikan bahwa negative space dari spiral berhasil melekat dalam ingatan selama 3 detik dan mudah digambar selama 10 detik.

Thanks, guys!

Hasil skor yang diperoleh adalah Distinctive = 7, Visible = 10, Adaptable = 7, Memorable = 7, Universal = 10, Timeless = 10, Simple = 12, sehingga totalnya adalah 63 poin. Nilai minimal skor adalah 60 poin. Sehingga dapat dikatakan logo ini berhasil melewati Paul Rand’s Test.

Slices treatment on LogoLab

Setelah melakukan Paul Rand’s test, saya melakukan evaluasi dengan bantuan dari artikel What Makes a Great Logo dengan 4 pernyataan mengenai logo yang baik, yaitu:

  1. Logo yang baik mudah diingat memori dan mudah digambar ulang. Proses ini sudah terjawab pada sesi Paul Rand’s test.
  2. Logo yang baik memiliki struktur yang baik. Pada hasil LogoLab terlihat jika logo ini dipotong menjadi empat bagian sama besar, tiga dari empat potongan tetap dapat dikenali sebagai bagian dari logo.
  3. Logo yang baik disukai oleh pemilik brand. Apakah saya tetap menyukai logo ini bahkan setelah bertahun-tahun kemudian? Karena umur logo ini baru setahun lebih, masih bisa saya katakan menyukainya, kalau tidak, mana mungkin saya menulis artikel medium dengan 6500+ kata seperti ini. I can say this is one of my masterpieces. Personality yang ditampilkan masih relevan hingga sekarang.
  4. Logo yang luar biasa adalah logo yang menarik. Tentu saja makna menarik ini sangat subjektif. Saya merasa logo ini menarik karena mengandung hidden message dan menampilkan personality dari pemilik brand.

Kesimpulan pada part ketiga adalah saya memfinalisasi dari visual identity dan melakukan evaluasi terakhir menggunakan Paul Rand’s Test.

Apa kalian punya cara tersendiri untuk merancang visual identity? Silahkan komen pengalaman kalian ya!

Kalian tau tidak? Icon tepuk tangan yang kalian lihat bisa di tap hingga 50x lho \:D/ Segala kritik, saran, komentar maupun diskusi santai sangat diterima! Temukan saya di instagram dan dribbble.

Terima kasih sudah membaca sampai sini! Kalian luar biasa!

[ part1 | part2 | part3 ]

--

--

Ais

Product UI UX Illustrator and Graphic Designer. Currently working at Flip.id